Kamis, 11 Oktober 2012

Engkau Patriot Pahlawan Bangsa, Pembangun Insan Cendekia

Memang menjadi seoarang guru bukanlah suatu hal yang mudah. Diperlukan tingkat kesabaran yang tinggi dan kemampuan untuk memahami karakter siswa-siswanya. Ditambah lagi jika siswa yang dihadapi merupakan siswa yang brandal, susah mengikuti perkataan guru, dan suka melawan guru. Tapi, disinilah konsistensi seorang guru itu diuji, apakah dia tetap bertahan menjadi seorang pendidik atau menyerah.

Melawan diri itu lebih susah jika dibandingkan melawan orang lain. Hal inilah yang seringkali dihadapi oleh seorang guru. Keinginan untuk tetap memajukan bangsa itu lebih kuat dari amarahnya terhadap siswanya yang “melawan”, keinginan untuk selalu dapat memberikan kontribusi bagi siswa-siswanya yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa ini.

Adalah Bapak Haris, seorang guru magang dari PGSD UNSRI Palembang. Dengan ditemani teman-teman sekuliahnya yang berjumlah 3 orang, mereka mengajar di SD 128 Palembang, SD kenanganku bersama teman-temanku. Waktu itu aku masih SD, masa dimana puncak-puncaknya aku bandel. Setiap siang selesai sekolah, aku selalu bermain dengan teman-temanku. Hasilnya ? kulitku menghitam dan aku terlihat seperti anak yang tidak terurus. Tapi terlepas dari semua kebandelanku itu, aku merupakan salah satu anak berprestasi di SD-ku. Aku selalu mendapat juara 1 dikelasku, yang mengahantarkan aku menjadi salah satu anak kesayangan guru di SD-ku

Menghadapi anak SD bukan perkara yang mudah, mereka harus ekstra sabar mengajar kami.  Kami yang seperti berandal stadium empat sangat menyusahkan mereka dalam mengajar kami. Seringkali kami membuat mereka marah. Ujung-ujungnya tentu saja kami mandapat hukuman dari mereka. Hukuman yang tentu saja tidak terlalu “menyiksa”, seperti berdiri di depan kelas atau dikasih tugas tambahan.

Bapak Haris mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD-ku. Pelajaran yang memang aku sukai sewaktu SD. Menurutku, pelajaran ini menyenangkan dan memang materi yang diajarkan tidak terlalu sulit dan mudah dipahami. Metode pembelajaran yang diberikan oleh Pak Haris juga menyenangkan. Setiap selesai belajar satu materi, kami selalu diberikan permainan yang berhubungan dengan materi yang kami pelajari. Inilah yang menambah kecintaanku pada pelajaran Bahasa Indonesia. Sehingga, setiap pelajaran Bahasa Indonesia, aku selalu mengangkat tangan untuk menjawab setiap pertanyaan dari Pak Haris.

Hingga pada saat Pak Haris meminta satu contoh mengenai materi yang baru kami pelajari pada seluruh penghuni kelas, aku dengan semangatnya mengangkat tanganku dan memberikan jawabanku. Sesaat setelah aku memberikan jawaban yang dipintanya, beliau menyuruhku ke depan, dan merangkulku. Beliau tersenyum kepadaku dan dengan lantang berbicara di depan kelas,” Saya bangga dengan teman kalian yang satu ini, kalian juga harus menjadi seperti dia.” Aku tersenyum bangga dibuatnya. Baru kali ini aku mendapat pujian langsung dari guru yang memang kusukai.

Semakin hari, aku semakin cinta dengan Bahasa Indonesia. Nilai-nilai ulangan Bahasa Indonesiaku juga meningkat. Peningkatan yang drastis menurutku. Iya, tentu saja karena Bapak keren yang kusukai ini. Sempat pada saat itu, aku berpikir ingin menjadi seperti dia. Pria tampan, baik hati dan pintar ini. Inilah mungkin sosok manusia yang sangat pas, tentu semua orang ingin menjadi seperti dia.

@@@

Akhir-akhir ini ayahku sering sakit-sakitan, ibuku tidak mau memberi tahu apa sebenarnya penyakit ayahku. Aku berpikir penyakit ayahku ini parah, dilihat dari kondisi ayahku yang semakin melemah. Mungkin ibuku tidak mau prestasiku di sekolah menurun dikarenakan penyakit ayahku ini.

Tapi memang sepandai-pandainya menyimpan bangkai tikus, bau busuknya akan tercium juga. Pada akhirnya aku  mengetahui penyakit ayahku sebenarnya. Saudara perempuanku memberitahuku setelah sekian kali kupaksa dia untuk menceritakan. Ayahku mengidap penyakit kanker nasofaring yaitu kanker yang tumbuh dibelakang rongga hidung. Aku shock  dan tidak tahu harus bagaimana. Sudah banyak uang yang dihabiskan demi terapi pengobatan ayahku. Tapi, bagaimana Allah berkehendak lain. Ayahku pergi meninggalkan aku dan keluargaku, waktu itu aku kelas 6 SD. Suatu pukulan yang keras bagiku sebagai anak ingusan yang belum siap menerimanya.

Pikiranku kacau. Kacau sekacau-kacaunya limpahan batu-batu letusan gunung berapi. Aku belum siap menerimanya. Ini berdampak buruk bagi prestasiku si sekolah. Nilai-nilaiku banyak yang menurun, aku sering melamun di kelas, dan kurang aktif dalam menaggapi pertanyaan guru. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di otak Bapak Haris. Pada saat itu, dia memang sudah selesai magang di SD-ku. Tapi, kepeduliannya terhadapku tidak berkurang sedikitpun.  Suatu ketika setelah pulang sekolah, dia sengaja memanggilku untuk berbicara. Seperti yang sudah kukira, dia bertanya mengenai perihal penurunan nilai-nilaiku. Iya, aku berterus terang cerita kepadanya. Sambil menangis tersedu-sedu aku ucapkan kata demi kata. Perasaan iba mengangkat tangannya untuk membelai kepala lusuhku. Kemudian dia berkata, kata yang tidak pernah kulupakan sampai sekarang “JANGAN PERNAH BIARKAN BATU KECIL MENGHADANG KESUKSESANMU NAK”. Kata yang secara mendalam menusuk hati kecilku. Batinku bergetar dan rasanya aku ingin meluapkan tangisku mendengar kata-kata tersebut. Tangisku tak tertahan dan pada akhirnya aku menangis di bahu beliau.

Hari-hariku setelah pembicaraan dengan beliau berangsur kembali normal. Setiap aku merasa sedih, aku selalu mengingat kata-kata beliau. Nilai-nilaiku juga kembali meningkat dan aku juga menjadi lebih aktif di kelas. Beliau merupakan motivasiku, pahlawan yang telah meningkatkan kecintaanku pada pelajaran dan membangkitkan aku saat aku jatuh.

Sampai sekarang, aku belum pernah bertemu kembali dengan Pak Haris, guru yang sangat mengerti dan memahami aku. Sejak hari setelah pembicaraanku dengan beliau, beliau diwisuda dan pergi bekerja di kota lain. Itulah pembicaraan terakhirku dengannya.

Dan jika beliau membaca cerita ini, aku ingin berterimakasih sekali kepada beliau. Terima kasih telah membimbingku dan menjadi motivasiku.


“Engkau patriot pahlawan bangsa, pembangun insan cendekia”

0 komentar:

Posting Komentar